IRGC Ancam Balasan Lebih Menghancurkan Jika AS Ulangi Agresi

Posted 7 hours 29 minutes ago

Ketegangan antara Republik Islam Iran dan Amerika Serikat memasuki babak baru yang jauh lebih panas. Komandan Tertinggi Pasukan Garda Revolusi Islam (IRGC), Brigadir Jenderal Mohammad Pakpour, mengeluarkan pernyataan tegas bahwa Iran tidak akan tinggal diam atas pelanggaran terhadap kedaulatannya.

Dalam pernyataan resmi yang disampaikan kepada media, Pakpour memperingatkan bahwa jika Amerika Serikat mengulangi agresinya, maka balasan dari Iran akan lebih keras, lebih menghancurkan, dan membuat pihak lawan benar-benar menyesal. Pernyataan tersebut disampaikan setelah Iran mengklaim keberhasilan Operasi "Bisyārāt al-Fath" (Kabar Gembira Kemenangan), di mana pangkalan strategis milik Amerika Serikat di kawasan, yakni Al-Udeid—yang juga menjadi pusat komando militer AS di wilayah Teluk—menjadi sasaran serangan.

Menurut IRGC, operasi itu telah menimbulkan kerusakan signifikan, sebagai bentuk respons atas serangan militer AS ke wilayah Iran yang dinilai sebagai bentuk pembelaan terang-terangan terhadap kepentingan rezim Zionis. Pakpour menegaskan bahwa IRGC, sebagai garda terdepan pertahanan nasional Iran, tidak akan ragu mengambil tindakan langsung dan militer yang terukur apabila wilayah kedaulatan negaranya kembali dilanggar.

Ia menyebut serangan AS sebagai tindakan gegabah yang tidak hanya mengancam Iran, tetapi juga mengorbankan kepentingan jangka panjang rakyat Amerika sendiri demi mempertahankan eksistensi rezim Zionis, yang menurutnya telah menjadi beban bagi dunia. Dalam pernyataannya, Pakpour juga menekankan bahwa pasukan Iran telah siap menghadapi segala bentuk agresi dan akan selalu memberi respons dengan skala yang sesuai dengan ancaman yang datang.

Serangan terhadap Al-Udeid bukan hanya pesan taktis, melainkan juga simbolik: bahwa pangkalan militer mana pun yang mendukung agresi terhadap Iran akan menjadi target sah dan sahih dalam pembalasan strategis. Peringatan ini juga disertai kecaman keras terhadap Presiden Amerika Serikat, yang dianggap telah menjual prinsip dan kepentingan nasional bangsanya demi agenda politik luar negeri yang korosif.

“Ini akan menjadi pelajaran dalam sejarah,” tegas Pakpour, menyiratkan bahwa tindakan AS kali ini akan meninggalkan jejak kelam dalam catatan hubungan internasional dan menciptakan konsekuensi geopolitik jangka panjang. Di sisi lain, masyarakat Iran menyambut pernyataan ini dengan gelombang dukungan, menganggapnya sebagai simbol perlawanan yang sah atas dominasi dan intervensi asing.

Banyak warga mengungkapkan kebanggaan mereka atas ketegasan militer negara dalam membalas agresi, sekaligus menunjukkan bahwa Iran tidak akan tunduk pada tekanan dan kekuatan asing, seberat apa pun. Konflik yang terus memanas ini telah menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan komunitas internasional.

Banyak pihak menyerukan deeskalasi dan dialog, namun dengan tindakan militer yang terus terjadi, harapan akan penyelesaian damai menjadi semakin jauh dari jangkauan. Iran, dalam narasi resminya, memilih untuk berdiri tegak dan melawan, menjadikan serangan terhadap Al-Udeid sebagai penegasan bahwa kedaulatan bukan untuk dinegosiasikan—dan setiap pelanggar akan menerima akibatnya.