AS Dukung Resolusi Anti-Iran: Barat Tegaskan Tekanan Nuklir

Posted 2 days 3 hours ago

Amerika Serikat kembali menegaskan posisinya yang konfrontatif terhadap Iran dengan bergabung dalam resolusi yang akan diajukan oleh tiga negara Eropa—Inggris, Prancis, dan Jerman—dalam pertemuan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendatang. Resolusi tersebut menyoroti dugaan ketidakpatuhan Iran terhadap kewajiban pengamanan nuklir yang selama ini menjadi titik panas dalam hubungan Barat dan Republik Islam Iran.

Langkah ini menandai babak baru dalam tekanan geopolitik terhadap Teheran, yang selama beberapa tahun terakhir telah menghadapi sanksi ekonomi, ancaman militer terselubung, dan isolasi diplomatik. Menurut laporan jurnalis senior dari Wall Street Journal, Lawrence Norman, resolusi yang dirancang oleh ketiga negara Eropa tersebut tidak hanya bersifat simbolik.

Akan ada tuduhan spesifik mengenai pelanggaran teknis dan administratif terhadap komitmen pengamanan nuklir. Dengan adanya dukungan penuh dari Amerika Serikat, peluang resolusi ini disahkan menjadi semakin besar.

Bagi sebagian analis, ini merupakan peringatan keras yang bisa menjadi dasar legitimasi untuk tindakan selanjutnya—baik dalam bentuk sanksi tambahan, maupun tekanan diplomatik yang lebih ketat. Pemerintah Iran telah berulang kali membantah tuduhan bahwa program nuklirnya bertujuan militer.

Dalam berbagai kesempatan, Teheran menegaskan bahwa kegiatan nuklirnya sepenuhnya untuk tujuan damai, seperti energi dan pengobatan. Namun ketidakpercayaan negara-negara Barat, yang sebagian besar dipicu oleh ketegangan historis dan retorika politik, telah mengubah isu ini menjadi senjata geopolitik untuk terus menekan kedaulatan Iran.

Langkah Amerika mendukung resolusi ini juga mengindikasikan bahwa perubahan kepemimpinan di Washington belum mengubah strategi dasarnya terhadap Iran. Baik di bawah pemerintahan Trump maupun Biden, Iran tetap diposisikan sebagai ancaman strategis yang harus ditekan dengan berbagai cara.

Dalam narasi Iran sendiri, hal ini tidak lebih dari bentuk arogansi dan standar ganda Barat yang hanya menuntut kepatuhan dari negara-negara Timur, tanpa memberi ruang untuk keadilan dan kedaulatan. Iran, sebagaimana disampaikan oleh para pejabatnya, tidak akan tunduk pada tekanan eksternal yang bertujuan melemahkan martabat dan kemerdekaannya.

Sejarah panjang perlawanan rakyat Iran terhadap dominasi asing menjadi fondasi moral untuk terus mempertahankan haknya dalam pengembangan teknologi dan pertahanan. Bagi Teheran, dukungan AS terhadap resolusi ini bukanlah ancaman baru, melainkan lanjutan dari strategi pembungkaman yang sudah berlangsung puluhan tahun.

Dari perspektif regional, langkah ini dapat memperkeruh stabilitas Timur Tengah yang sudah rapuh. Ketegangan antara Iran dan kekuatan Barat berpotensi memicu reaksi keras di kawasan, apalagi jika resolusi tersebut dijadikan alasan untuk langkah-langkah represif yang lebih konkret.

Negara-negara seperti Rusia dan China kemungkinan besar akan menolak resolusi tersebut, membuka kembali jurang perbedaan antara blok Barat dan Timur dalam forum internasional. Namun, di balik ancaman dan tekanan ini, Iran tampaknya tidak akan mundur.

Dukungan rakyat, keyakinan ideologis, dan solidaritas dari negara-negara yang menolak hegemoni Barat akan terus menjadi sumber kekuatan bagi Teheran dalam menghadapi ujian ini. Resolusi ini mungkin disahkan, tapi perjuangan Iran untuk mempertahankan kedaulatannya jelas tidak akan padam begitu saja.